SEJARAH SEBAGAI PERISTIWA, KISAH, ILMU DAN SENI
Sejarah sebagai peristiwa berarti bahwa kejadian itu pernah ada dan benar-benar terjadi serta bisa dibuktikan secara ilmiah. Sedangkan sejarah sebagai Kisah, selain peristiwa itu ada, juga bisa dikisahkan atau bisa diceritakan kembali. Sejarah sebagai ilmu bahwa sejarah menggunakan metode analitis yaitu hasilnya harus dapat diverifikasi dan dapat disetujui atau ditolak oleh para ahli. Sementara sejarah sebagai seni mengandung arti bahwa dalam penyajian dari hasil penyelidikan itu disusun dalam suatu rangka tertentu sehingga dapat menarik perhatian orang dan dapat mempengaruhi sikap jiwanya.
KELAS XI
Kerajaan Medang
Kerajaan
Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau
Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada
abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad
ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa
prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta
membangun banyak candi
baik yang bercorak Hindu
maupun Buddha.
Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Pada
umumnya, istilah Kerajaan Medang hanya lazim dipakai untuk menyebut
periode Jawa Timur saja, padahal berdasarkan prasasti-prasasti yang
telah ditemukan, nama Medang sudah dikenal sejak periode sebelumnya,
yaitu periode Jawa Tengah. Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk
menyebut Kerajaan Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram,
yaitu merujuk kepada salah daerah ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk
membedakannya dengan Kerajaan
Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode
Jawa Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau
Kerajaan Mataram Hindu.Pusat Kerajaan Medang
Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjuk ladang. Istilah Mataram kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana.Sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan, bahkan sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antara lain,
- Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya)
- Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)
- Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung)
- Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
- Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)
- Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok)
- Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)
Awal berdirinya kerajaan
Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu Sannaha saudara perempuan Sanna.
Sanna juga dikenal dengan nama sena atau Bratasenawa, yang merupakan raja Kerajaan Galuh yang ketiga (709 - 716 M).Bratasenawa alias Sanna atau Sena digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu sanna) dalam tahun 716 M.Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa. Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda (setelah tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik sanna. Persahabatan ini pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya. Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan sahabat sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas nama isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan. Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja.
Kisah hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.
KELAS XII
Proses Masuk dan
Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
Pada
permulaan tarikh masehi, di Benua
Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah
tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi
dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran
berlangsung melalui jalan darat dan laut. Salah satu jalur lalu lintas
laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang
terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada
di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu:
- Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
- Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar,
- Pergaulan dengan bangsa-bangsa lain semakin luas, dan
- Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia
dalam
kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya
percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan
pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Ada beberapa
hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya
Hindu-Buddha ke Indonesia.
1. Hipotesis Brahmana
1. Hipotesis Brahmana
Hipotesis
ini mengungkapkan bahwa kaum
brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia.
Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia untuk
menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Pendukung
hipotesis ini adalah Van Leur.
2. Hipotesis Ksatria
2. Hipotesis Ksatria
Pada
hipotesis ksatria, peranan
penyebaran agama dan budaya Hindu dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut
hipotesis ini, di masa lampau di India sering terjadi peperangan
antargolongan di dalam masyarakat. Para prajurit yang kalah atau jenuh
menghadapi perang, lantas meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka
ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian
berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di
tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K.
Bosch adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya,
kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang telah berperan dalam
menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak berhubungan
dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah
membuka peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J.
Krom adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa
peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi
orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum
waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi
andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada
pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya Hindu ke Indonesia itu
dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti
tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu
Buddha di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya,
arca ini mempunyai langgam yang sama dengan arca yang dibuat di
Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut
merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci
agama Buddha. Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam
bahasa Sanskerta dan Malayu kuno. Berita yang disampaikan
prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar di
Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan
Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah khasanah budaya
Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
1. Agama
1. Agama
Ketika
memasuki zaman sejarah, masyarakat
di Indonesia telah menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Masyarakat mulai menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama
Hindu-Buddha sejak berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru
tersebut membawa perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal
tata krama, upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan.
2. Pemerintahan
2. Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan
oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompok-kelompok kecil
masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku
yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh
karena itu, lahir kerajaan-kerajaan, seperti Kutai, Tarumanegara, dan
Sriwijaya.
3. Arsitektur
3. Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah
bangunan punden berundak-undak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya
India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan
Candi Borobudur, akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang
berundak-undak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya
India-Indonesia.
4. Bahasa
4. Bahasa
Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia meninggalkan beberapa prasasti yang sebagian besar berhuruf
Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Dalam perkembangan selanjutnya bahkan
hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri dengan bahasa
Sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan
hasil serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma,
Kartika Eka Paksi, Parasamya Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
5. Sastra
5. Sastra
Berkembangnya pengaruh India di
Indonesia
membawa kemajuan besar dalam bidang sastra. Karya sastra terkenal yang
mereka bawa adalah kitab Ramayana dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab
itu memacu para pujangga Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri.
Karya-karya sastra yang muncul di Indonesia adalah:
- Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,
- Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan
- Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.
Agama Hindu
Agama Hindu berkembang di India pada ±
tahun 1500 SM. Sumber ajaran Hindu terdapat dalam kitab sucinya yaitu
Weda. Kitab Weda terdiri atas 4 Samhita atau “himpunan” yaitu:
- Reg Weda, berisi syair puji-pujian kepada para dewa.
- Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci.
- Yajur Weda, berisi mantera-mantera untuk upacara keselamatan.
- Atharwa Weda, berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit.
Di samping kitab Weda, umat
Hindu juga memiliki kitab suci lainnya
yaitu:
- Kitab Brahmana, berisi ajaran tentang hal-hal sesaji.
- Kitab Upanishad, berisi ajaran ketuhanan dan makna hidup.
Agama Hindu menganut
polytheisme (menyembah banyak dewa), diantaranya
Trimurti atau “Kesatuan Tiga Dewa Tertinggi” yaitu:
- Dewa Brahmana, sebagai dewa pencipta.
- Dewa Wisnu, sebagai dewa pemelihara dan pelindung.
- Dewa Siwa, sebagai dewa perusak.
Selain Dewa Trimurti, ada pula
dewa yang
banyak dipuja yaitu Dewa Indra pembawa hujan yang sangat penting untuk
pertanian, serta Dewa Agni (api) yang berguna untuk memasak dan
upacara-upacara keagamaan. Menurut agama Hindu masyarakat dibedakan
menjadi 4 tingkatan atau kasta yang disebut Caturwarna yaitu:
- Kasta Brahmana, terdiri dari para pendeta.
- Kasta Ksatria, terdiri dari raja, keluarga raja, dan bangsawan.
- Kasta Waisya, terdiri dari para pedagang, dan buruh menengah.
- Kasta Sudra, terdiri dari para petani, buruh kecil, dan budak.
Selain 4 kasta tersebut
terdapat pula
golongan pharia atau candala, yaitu orang di luar kasta yang telah
melanggar aturan-aturan kasta.
Orang-orang Hindu memilih tempat yang
dianggap suci misalnya, Benares sebagai tempat bersemayamnya Dewa Siwa
serta Sungai Gangga yang airnya dapat mensucikan dosa umat Hindu,
sehingga bisa mencapai puncak nirwana.
Agama Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Agama Buddha
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta Gautama di India pada tahun ± 531 SM. Ayahnya seorang raja bernama Sudhodana dan ibunya Dewi Maya. Buddha artinya orang yang telah sadar dan ingin melepaskan diri dari samsara.
Kitab suci agama Buddha yaitu
Tripittaka
artinya “Tiga Keranjang” yang ditulis dengan bahasa Poli. Adapun yang
dimaksud dengan Tiga Keranjang adalah:
- Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan dan hukum yang harus dijalankan oleh umat Buddha.
- Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atau ajaran dari sang Buddha.
- Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentang soal-soal keagamaan.
Pemeluk Buddha wajib
melaksanakan Tri Dharma atau “Tiga Kebaktian”
yaitu:
- Buddha yaitu berbakti kepada Buddha.
- Dharma yaitu berbakti kepada ajaran-ajaran Buddha.
- Sangga yaitu berbakti kepada pemeluk-pemeluk Buddha.
Disamping itu agar orang dapat
mencapai nirwana harus mengikuti 8
(delapan) jalan kebenaran atau Astavidha yaitu:
- Pandangan yang benar.
- Niat yang benar.
- Perkataan yang benar.
- Perbuatan yang benar.
- Penghidupan yang benar.
- Usaha yang benar.
- Perhatian yang benar.
- Bersemedi yang benar.
Karena munculnya berbagai
penafsiran dari ajaran Buddha, akhirnya
menumbuhkan dua aliran dalam agama Buddha yaitu:
- Buddha Hinayana, yaitu setiap orang dapat mencapai nirwana atas usahanya sendiri.
- Buddha Mahayana, yaitu orang dapat mencapai nirwana dengan usaha bersama dan saling membantu.
Pemeluk Buddha juga memiliki
tempat-tempat yang dianggap suci dan
keramat yaitu:
- Kapilawastu, yaitu tempat lahirnya Sang Buddha.
- Bodh Gaya, yaitu tempat Sang Buddha bersemedi dan memperoleh Bodhi.
- Sarnath/ Benares, yaitu tempat Sang Buddha mengajarkan ajarannya pertama kali.
- Kusinagara, yaitu tempat wafatnya Sang Buddha.
Indonesia ini kemudian berakulturasi
dengan agama Hindu-Buddha. Hal
ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang
berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat
atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi
ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan
mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha
dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
2. Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat jelas dengan
lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum
masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya belum
mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan
yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup
daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala
suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa
pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai,
Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang
bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia
adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yaitu Kerajaan
Mataram lama.
ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang
berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat
atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi
ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan
mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha
dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
2. Bidang politik dan pemerintahan, pengaruhnya terlihat jelas dengan
lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum
masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia tampaknya belum
mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan
yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup
daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala
suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa
pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai,
Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang
bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia
adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha yaitu Kerajaan
Mataram lama.
3. Bidang
pendidikan membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga
pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana
dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga
pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal
bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Bukti bukti yang menunjukkan telah berkembangnya pendidikan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah:
a. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal
dari Cina, menyebutkan bahwa sebelum dia sampai ke India, dia
terlebih dahulu singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat
begitu pesatnya pendidikan agama Buddha, sehingga dia memutuskan
untuk menetap selama beberapa bulan di Sriwijaya dan menerjemahkan
salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama
di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada
siapa saja yang akan pergi ke India untuk mempelajari agama Buddha
untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama Buddha di
Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama
Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan tampaknya menjadi
yang terbesar di daerah Asia Tenggara pada saat itu.
b. Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-
9, dan ditemukan di India. Pada prasasti ini disebutkan bahwa raja
Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja
Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan
asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para pelajar agama
Buddha yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut,
kita bisa melihat begitu besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap
pendidikan dan pengajaran agama Buddha di kerajaannya. Hal ini
terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk
belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India.
Tidak mustahil bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya
maka mereka akan menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut
kepada masyarakat Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama
sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama Buddha.
c. Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning
dari Cina pernah berangkat ke Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha
di Jawa). Tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan pendeta
Ho-Ling yaitu Jnanabhadra untuk menerjemahkan bagian terakhir
kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan bahwa di Jawa
pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi
rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama
mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari Indonesia.
d. Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh
Raja Airlangga menyebutkan tentang pembuatan Sriwijaya Asrama
oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan suatu tempat
yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan.
Hal ini menunjukkan besarnya perhatian Raja Airlangga terhadap
pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan memberikan fasilitas
berupa pembuatan bangunan yang akan digunakan sebagai sarana
pendidikan dan pengajaran.
e. Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga
pendidikan Islam tradisional di Minangkabau sebenarnya berasal
dari pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan tempat yang dibangun
sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja
Adityawarman. Pada masa itu, surau digunakan sebagai tempat
berkumpul para pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa Islam
kebiasaan ini terus dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari
Hindu-Buddha pada ajaran Islam.
4.
Bidang sastra dan bahasa. Dari segi bahasa, orang-orang Indonesiapendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana
dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga
pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal
bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Bukti bukti yang menunjukkan telah berkembangnya pendidikan pada masa
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain adalah:
a. Dalam catatan perjalanan I-Tsing, seorang pendeta yang berasal
dari Cina, menyebutkan bahwa sebelum dia sampai ke India, dia
terlebih dahulu singgah di Sriwijaya. Di Sriwijaya I-Tsing melihat
begitu pesatnya pendidikan agama Buddha, sehingga dia memutuskan
untuk menetap selama beberapa bulan di Sriwijaya dan menerjemahkan
salah satu kitab agama Buddha bersama pendeta Buddha yang ternama
di Sriwijaya, yaitu Satyakirti. Bahkan I-Tsing menganjurkan kepada
siapa saja yang akan pergi ke India untuk mempelajari agama Buddha
untuk singgah dan mempelajari terlebih dahulu agama Buddha di
Sriwijaya. Berita I-Tsing ini menunjukkan bahwa pendidikan agama
Buddha di Sriwijaya sudah begitu maju dan tampaknya menjadi
yang terbesar di daerah Asia Tenggara pada saat itu.
b. Prasasti Nalanda yang dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-
9, dan ditemukan di India. Pada prasasti ini disebutkan bahwa raja
Balaputradewa dari Suwarnabhumi (Sriwijaya) meminta pada raja
Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan
asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para pelajar agama
Buddha yang berasal dari Sriwijaya. Berdasarkan prasasti tersebut,
kita bisa melihat begitu besarnya perhatian raja Sriwijaya terhadap
pendidikan dan pengajaran agama Buddha di kerajaannya. Hal ini
terlihat dengan dikirimkannya beberapa pelajar dari Sriwijaya untuk
belajar agama Buddha langsung ke daerah kelahirannya yaitu India.
Tidak mustahil bahwa sekembalinya para pelajar ini ke Sriwijaya
maka mereka akan menyebarluaskan hasil pendidikannya tersebut
kepada masyarakat Sriwijaya dengan jalan membentuk asrama-asrama
sebagai pusat pengajaran dan pendidikan agama Buddha.
c. Catatan perjalanan I-Tsing menyebutkan bahwa pendeta Hui-Ning
dari Cina pernah berangkat ke Ho-Ling (salah satu kerajaan Buddha
di Jawa). Tujuannya adalah untuk bekerja sama dengan pendeta
Ho-Ling yaitu Jnanabhadra untuk menerjemahkan bagian terakhir
kitab Nirwanasutra. Dari berita ini menunjukkan bahwa di Jawa
pun telah dikenal pendidikan agama Buddha yang kemudian menjadi
rujukan bagi pendeta yang berasal dari daerah lain untuk bersamasama
mempelajari agama dengan pendeta yang berasal dari Indonesia.
d. Pada prasasti Turun Hyang, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh
Raja Airlangga menyebutkan tentang pembuatan Sriwijaya Asrama
oleh Raja Airlangga. Sriwijaya Asrama merupakan suatu tempat
yang dibangun sebagai pusat pendidikan dan pengajaran keagamaan.
Hal ini menunjukkan besarnya perhatian Raja Airlangga terhadap
pendidikan keagamaan bagi rakyatnya dengan memberikan fasilitas
berupa pembuatan bangunan yang akan digunakan sebagai sarana
pendidikan dan pengajaran.
e. Istilah surau yang digunakan oleh orang Islam untuk menunjuk lembaga
pendidikan Islam tradisional di Minangkabau sebenarnya berasal
dari pengaruh Hindu-Buddha. Surau merupakan tempat yang dibangun
sebagai tempat beribadah orang Hindu-Buddha pada masa Raja
Adityawarman. Pada masa itu, surau digunakan sebagai tempat
berkumpul para pemuda untuk belajar ilmu agama. Pada masa Islam
kebiasaan ini terus dilajutkan dengan mengganti fokus kajian dari
Hindu-Buddha pada ajaran Islam.
mengenal bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-
Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama pada aman
kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra itu antara lain,
a. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa
pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada
aman kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan
Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun
pada aman kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan
Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun
pada aman kerajaan Majapahit.
5. Bidang seni tari. Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi,
terutama candi Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya
bentuk tari-tarian yang berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk
tarian yang digambarkan dalam relief memperlihatkan jenis tarian seperti
tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng).
Tari-tarian tersebut tampaknya diiringi dengan gamelan yang terlihat dari
relief yang memperlihatkan jenis alat gamelan yang terbatas seperti gendang,
kecer, gambang, saron, kenong, beberapa macam bentuk kecapi, seruling
dan gong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar